Monday, May 12, 2008

Cara Memperoleh Sertifikasi Halal dan Surat Persetujuan Izin Edar BPOM (Bagi Industri Besar) dan Sertifikat PIRT (Bagi Industri Pangan Rumahan)

Berdasarkan ketentuan UU Nomor 7 Tahun 1996 dikenal istilah sertifikasi mutu pangan. Jadi, setiap produk pangan olahan yang diproduksi atau dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia sebelum diedarkan diwajibkan memiliki surat persetujuan izin edar. Kewajiban tersebut merupakan bagian dari sistem pengawasan terhadap keamanan, mutu, dan gizi pangan. Tentunya terdapat beberapa pengecualian terhadap ketentuan tersebut, misalnya untuk produk pangan yang memiliki daya tahan kurang dari tujuh hari. Sampai saat ini, sertifikasi halal merupakan kewenangan Majelis Ulama Indoensia (MUI) dan masih bersifat sukarela, tidak merupakan suatu kewajiban. Namun demikian, Badan POM mendorong setiap produsen pangan untuk melakukan sertifikasi halal sebagai bagian dari upaya perlindungan konsumen, disamping meningkatkan daya saing produk yang bersangkutan.

Sebenarnya BPOM memberikan jenis sertifikasi pada produk-produk makanan. Seperti penjelasan di atas, Badan POM menerbitkan surat persetujuan izin edar pangan berdasarkan penilaian atas keamanan, mutu, dan gizi pangan. Bagi industri pangan, Badan POM menerbitkan Sertifikat Higienis dan Sanitasi yang merupakan bagian dari cara produksi pangan yang baik.

Badan POM tidak menerbitkan sertifikat halal. Namun, pencantuman label atau tulisan halal pada kemasan produk pangan harus dilakukan berdasarkan persetujuan Badan POM setelah mendapat sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sedangkan, untuk mendapatkan surat persetujuan izin edar dari Badan POM, produk pangan wajib memenuhi kriteria :
  • Keamanan meliputi batas cemaran fisik contohnya dalam suatu produk makanan tidak boleh terdapat kawat steples atau batu kecil yang masuk tidak dengan sengaja ke dalam produk tersebut. Atau bahan kimia, misalnya tercemar bahan-bahan pestisida, dan mikroba, misalnya tercemar dengan bakteri.
  • Mutu (jaminan), yang dinilai dari bahan yang digunakan apakah memenuhi standar mutu dalam kodeks (kumpulan tulisan tentang standar mutu) makanan atau memenuhi syarat jaminan mutu makanan Indonesia. Yaitu, bahwa makanan tersebut dijamin kehalalannya sehingga masyarakat tidak lagi mendapatkan keterangan yang sumir seputar mutu atau jaminan dari makanan yang diproduksi. Selain dari bahan makanan, mutu juga dapat ditelisik dari cara/proses produksi pangan yang dilakukan.
  • Gizi sesuai dengan yang dipersyaratkan maksudnya sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Angka Kecukupan Gizi pada setiap produk-produk makanan.
  • Persyaratan pelabelan yang memuat informasi yang benar dan tidak menyesatkan, misalnya pada salah satu produk minuman tidak etis bila menggunakan pelabelan sesat contoh tanpa bahan pengawet. Tidak masalah kalau hal tersebut benar. Yang ditakutkan bila terjadi pembodohan pada masyarakat yang mengkonsumsinya.


Sertifikat Halal
Sertifikat halal dilakukan oleh MUI berdasarkan hasil audit Tim Gabungan, yang terdiri dari unsur MUI, Departemen Agama dan Badan POM. Permohonan untuk sertifikasi halal dapat diajukan kepada Badan POM, Direktorat Inspeksi, dan Sertifikasi Produk Pangan. Data yang masuk ke Badan POM diteruskan kepada MUI, untuk selanjutnya berdasarkan data tersebut Tim Gabungan melakukan audit di sarana produksi pangan dari pemohon.

Besaran biaya sertifikasi halal belum ditetapkan secara jelas dalam peraturan perundang-undangan. Biaya sertifikasi halal ditanggung oleh produsen pangan yang bersangkutan, yang besarannya sesuai dengan biaya pelaksanaan tugas Tim Auditor Gabungan. Sedangkan biaya untuk surat persetujuan izin edar produk pangan, besarannya telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2001 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pengawas Obat dan Makanan, yaitu antara Rp 50 ribu sampai Rp 2,5 juta. Biaya evaluasi dan pendaftaran untuk item tepung, kelapa, buah, sayur, gula, minyak, lemak, dan hasil olahannya, madu, kopi, teh, rempah-rempah, bumbu, saos, kecap, kacang-kacangan, biji-bijian, bahan tambahan pangan sebesar Rp 50 ribu. Biaya evaluasi dan pendaftaran untuk item suplemen makanan serta produk pangan khusus dan olahan tertentu besarnya Rp 2,5 juta.

Persetujuan izin edar yang dikeluarkan Badan POM diwajibkan kepada industri-industri pangan yang mempunyai kategori yang besar. Sedangkan untuk pengusaha-pengusaha kecil dan menengah yang mempunyai kategori yang usahanya masuk pada kategori industri rumah tangga, pendaftaran izin edarnya dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Badan POM secara berkala melakukan pengujian laboratorium dalam rangka pengawasan keamanan, mutu, dan gizi pangan terhadap makanan yang beredar di masyarakat, yaitu dengan cara melakukan sampling baik secara random maupun seri. Sampel diuji di laboratorium Balai Besar/ Balai POM tersebar di 26 provinsi di Indonesia atau laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) di pusat. Perlu diketahui, PPOMN juga dapat melakukan pengujian sampel yang mengandung unsur babi pada produk pangan dengan menguji DNA (Deoxirebo Nucleic Acid) dengan cara PCR (Polymerase Chain Reaction).


Sertifikat PIRT (Produk Industri Rumah Tangga)
Penilaian apa yang harus dipenuhi UKM untuk mendapatkan surat persetujuan izin edar dari BPOM? Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa pendaftaran izin edar untuk UKM atau industri rumah tangga pangan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pendaftaran dilakukan dengan cara mengikuti penyuluhan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Berdasarkan penyuluhan tersebut SP (Sertifikat Penyuluhan) yang dapat dicantumkan pada label produknya.

Saat ini, SP (Sertifikat Penyuluhan) diganti dengan Sertifikat Produksi Industri Rumah Tangga (PIRT). SP dirasa kurang spesifik sebab nomor yang tercantum pada SP dapat digunakan untuk berbagai macam produk yang berasal dari satu industri rumah tangga. Sedangkan pada Sertifikat PIRT, masing-masing produk memiliki satu nomor khusus untuk memudahkan kontrol atas produk yang telah berada dipasaran bila sewaktu-waktu terjadi kejadian darurat seperti penarikan produk yang terkontaminasi bakteri. Adapun tata cara yang dilakukan untuk mendapatkan Sertifikat PIRT adalah :

  • Mendaftarkan produk usaha ke Depkes Kabupaten/Kota
  • Menunjukkan fotocopy surat domisili dan tempat usaha
  • Menyerahkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP)
  • Menunjukkan bukti produk usaha
  • Membayar biaya adminstrasi


Badan POM memiliki unit pelaksana teknis di daerah, yaitu Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (Balai Besar POM) atau Balai Pengawas Obat dan Makanan (Balai POM) di 26 provinsi. Namun, untuk permohonan persetujuan pendaftaran produk pangan permohonan diajukan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan kemudian Direktorat Penilaian Keamanan Produk Pangan (Direktorat PKP) di Jakarta.


Info Lebih Lanjut Dapat Menghubungi :
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI)
Jl. Percetakan Negara No. 23,
Jakarta Pusat 10560 Indonesia
Telepon/fax : (021) 4209221, 4263333
Email : ulpk@pom.go.id


Peluang Usaha NO. 141THN III I 24 MARET – 06 APRIL 2008

2 comments:

peluang bisnis said...

test comment

Unknown said...

apakah izin PIRT dapat digunakan bagi produk susu kedelai/pasteurisasi dengan skala industri yang masih terbatas pada Home Industry?